Dalil-dalil Lailatul Qadar di Malam 27 Ramadhan
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Malam ini (Sabtu Malam Ahad, 8-9/05/2021) adalah malam 27 Ramadhan. Satu dari malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan yang berpotensi besar turunnya Lailatul Qadar (malam kemuliaan).
Mayoritas ulama berpendapat, Lailatul Qadar terdapat pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Asiyah Radhiyallahu ‘Anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari sepuluh hari terakhir itu, mayoritas ulama mengerucutkan pendapatnya pada malam-malam ganjilnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari)
Demikian juga banyak dari mereka berpendapat, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27 Ramadhan. Ini adalah pendapat sebagian sahabat, seperti Ubay bin Ka’ab yang beliau sampai berani memastikan dan bersumpah bahwa Lailatul Qadar ada pada malam ke 27, ia berkata:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
“Demi Allah, sunguh aku mengetahuinya dan kebanyakan pengetahuanku bahwa dia adalah malam yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam perintahkan kami untuk bangun (shalat) padanya, yaitu malam ke 27.” (HR. Muslim, no. 762)
Dan dalam hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda tentang Lailatul Qadar,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
“Lailatul Qadar adalah malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Abu Dawud)
Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu –sering mendapat ilham- dan Hudzaifah bin al-Yaman -penjaga rahasia Nabi- dan beberapa sahabat selain keduanya sangat yakin bahwa Lailatul Qadar ada di malam ke 27.
Imam Ahmad bin Hambal dan sahabat-sahabatnya serta sejumlah fuqaha’ al-muhaditsin –seperti Ishaq bin Rahawaih- memilih dan berpendapat Lailatul Qadar ada di malam ini.
Ibnu Rajab al-Hambali memberi kesaksian bahwa berdasarkan tanda-tandanya, sering melihatnya di malam ke 27.
Seluruh kaum muslimin, di timur dan barat, sejak belasan abad lalu merasakan bahwa Lailatul Qadar di malam ke 27 sehingga mereka meningkatkan amal ibadah dan ketaatan di dalamnya. Sedangkan Umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak akan bersepekat di atas kesalahan. (Taudhih al-Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam: II/606)
Al-Hafidh Ibnul Hajar rahimahullah mengatakan tentang penentuan malamnya, “Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan Lailatul Qadar dengan perbedaan yang sangat banyak. Setelah kami himpun, ternyata pendapat mereka mencapai lebih dari empat puluh pendapat.” Kemudian beliau rahimahullah satu persatu dari pendapat tersebut beserta dalil-dalilnya. (Lihat Fathul Baari: IV/309)
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah memberikan catatan terhadap pendapat-pendapat tentang Lailatul Qadar di atas, “Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. Adapun yang disebutkan oleh Ubay, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam suatu tahun dan bukan berarti terjadi pada semua tahun. Buktinya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mendapatinya pada malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:
إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
“Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur.“
Abu Sa’id Rahimahullah berkata: “Hujan turun pada malam ke 21, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau kotor terkena lumpur. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Demikian kumpulan hadits yang menyinggung tentang masalah Lailatul Qadar. Wallahu A’lam.” (Selesai ulasan dari Shahih Fiqih Sunnah: III/202-203)
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al-Kiram (Ta’liq atas Bulughul Maram) hal 197, mengatakan, “Pendapat yang paling rajih dan paling kuat dalilnya adalah ia berada pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir. Ia bisa berpindah-pindah, terkadang di malam ke 21, terkadang pada malam ke 23, terkadang pada malam ke 25, terkadang pada malam ke 27, dan terkadang pada malam ke 29. Adapun penetapan terhadap beberapa malam secara pasti, sebagaimana yang terdapat dalam hadits ini (hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan), ia di malam ke 27, dan sebagaimana dalam beberapa hadits lain, ia berada di malam 21 dan 23, maka itu pada tahun tertentu, tidak pada setiap tahun. Tetapi perkiraan orang yang meyakininya itu berlaku selamanya, maka itu pendapat mereka sesuai dengan perkiraan mereka. Dan terjadi perbedaan pendapat yang banyak dalam penetapannya.”
Intinya, ketika seorang muslim berada di malam 27 Ramadhan maka hendaknya ia memaksimalkan ibadah dan ketaatannya berharap malam itu adalah lailatul qadar di tahun tersebut.
Hikmah Dirahasiakannya Lailatul Qadar
Keberadaan Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah yang dikehendaki-Nya. Yaitu (boleh jadi) agar para hamba bersungguh-sungguh beribadah di setiap malam, dengan harapan agar mendapatkan Lailatul Qadar. Bagi siapa yang meyakini bahwa Lailatul Qadar ada pada malam tertentu, maka ia akan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah. Dan bagi siapa yang ingin memastikan dirinya mendapatkan malam tersebut, hendaknya ia mencurahkan semua waktunya untuk beribadah kepada-Nya sepanjang bulan Ramadhan sebagai bentuk syukur kepada-Nya dan membenarkan janji-Nya. Insya Allah, inilah hikmah utama dirahasiakannya Lailatul Qadar. Dan inilah yang disyaratkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ فَتَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَإِنَّهَا رُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Sesungguhnya aku telah keluar untuk memberitahu kepada kalian (kapan Lailatul Qadar itu). Tetapi (di tengah jalan) aku bertemu dengan fulan dan fulan yang sedang bertengkar, sehingga aku terlupa kapan malam itu. Semoga ini lebih baik bagi kalian. Oleh karena itu, carilah malam tersebut pada (malam) kesembilan, ketujuh, dan kelima (dari sepuluh hari terakhir).” (HR. Al-Bukhari)
Penutup
Lailatul Qadar sangat dirindukan orang beriman. Di malam itu Allah sediakan kemuliaan, karunia, ampunan, rahmat, dan keberkahan. Al-Qur’an menyebutkan, ia lebih baik dari pada seribu bulan. Maksudnya –pendapat yang dipilih Ibnu Jarir al-Thabari-, satu ibadah di dalamnya lebih baik dan lebih utama daripada ibadah seribu bulan yang tak ada Lailatul Qadar di dalamnya. Seharusnya, insan beriman berusaha keras meraihnya dan mendapatkan keutamaannya. Caranya, dengan meningkatkan amal ibadah dan ketaatan di malam yang diyakini berpotensi adanya lailatul Qadar; salah satunya malam ke 27 Ramadhan. Wallahu A’lam.
Komentar Terbaru