Mukjizat Al-Qur’an
Mukjizat bermakna yang melemahkan. Sesuatu yang membuat musuh menjadi lemah. Mukjizat dimiliki para Nabi untuk melemahkan akal mereka.
Mukjizat para Nabi berbeda-beda. Nabi Adam diberikan ilmu, sehingga malaikat tunduk. Nabi Nuh dengan kapal besarnya yang menyelamatkan umatnya dari banjir. Nabi Musa dengan tongkatnya yang bisa berubah jadi ular dan bisa membelah lautan. Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati. Nabi Muhammad dengan mukjizat dapat berbicara dengan pohon, membelah bulan dan yang terbesar adalah Al-Qur’an.
Al-Qur’an kenapa disebut mukjizat yang terbesar? Ya karena ia menjadi solusi bagi kehidupan manusia. Baik di masa Nabi Muhammad maupun setelahnya.
Al-Qur’an berhasil mengubah masyarakat yang bodoh, menjadi masyarakat yang berbudaya ilmu. Masyarakat yang gemar minuman keras dan pelacuran menjadi masyarakat yang punya moral dan senang beribadah. Masyarakat yang suka membunuh anak perempuan dan melecehkan perempuan menjadi masyarakat yang menghormati perempuan bahkan ‘mengistimewakannya’.
Al-Qur’an adalah pedoman bagi Muslim yang bertaqwa. Dengan Al-Qur’an, seorang Muslim terbimbing hidupnya, menjadi teratur, bermoral, suka membantu orang miskin/mustad’afin dan berani menegakkan amar makruf nahi mungkar.
Al-Qur’an bila mewujud pada individu maka individu itu menjadi hebat. Bila menyentuh keluarga, maka keluarga itu menjadi sakinah. Bila menyentuh masyarakat, masyarakat itu menjadi sejahtera dan bila menyentuh atau mewarnai bangsa, maka bangsa itu menjadi bangsa yang hebat. Bangsa yang adil dan makmur.
Lihatlah bagaimana Al-Qur’an misalnya membuat kriteria bangsa yang hebat. Bila kaum Yahudi merasa unggul dengan keyahudiannya, meski mereka melakukan keburukan, atau bangsa Jerman merasa unggul dengan ras Jermannya, bangsa Cina merasa unggul dengan ras Chinanya, maka menurut Al-Qur’an tidak demikian.
Menurut Qur’an, bangsa yang unggul adalah kaum Muslim yang melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah. Al-Qur’an menyatakan, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran 110).
Disini Allah mensyarakatkan kaum Muslim (negara Islam/bangsa Muslim) akan menjadi hebat dengan dua syarat. Pertama bangsa itu senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar dan yang kedua, bangsa itu beriman kepada Allah.
Maka janganlah kita silau dengan Israel yang katanya hebat tekonologinya. Israel bukan bangsa hebat, karena negaranya lahir dari pembantaian manusia yang tidak salah (kaum Muslim). Israel membiarkan pembunuhan atau kemungkaran terjadi di negaranya. Begitu juga Amerika bukan bangsa hebat, karena ia membiarkan pelacuran, pembunuhan jutaan orang di Irak, minuman keras dimana-mana, LGBT merebak dan lain-lain. Bangsa China juga bukan bangsa hebat, karena ia membatasi gerak kaum Muslimin, tidak percaya pada Tuhan dan lain-lain.
Selain itu, untuk menjadi individu, masyarakat atau bangsa yang hebat, bangsa itu harus menegakkan keadilan. Al-Qur’an mengingatkan, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al Maidah 8).
Al-Qur’an banyak menyeru tentang keadilan ini. Adil dimulai dari cara berfikir. Berpikir adil maksudnya mengambil pendapat yang terbaik diantara pendapat-pendapat yang ada. Bangsa yang hebat, ia akan meletakkan jabatan/pimpinan kepada yang berhak. Kepada orang mumpuni, kepada orang yang dapat menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman. Al-Qur’an mengingatkan, “(yaitu) Mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah Ulil Albab (kaum terpelajar).” (QS az Zumar 18).
Bangsa yang meletakkan kepemimpinan karena faktor keluarga, perkawanan, kekayaan dan semacamnya, tidak akan menjadi bangsa yang hebat. Bangsa yang hebat meletakkan kepemimpinan (presiden, gubernur, bupati, DPR dll), pada yang berhak (terbaik).
Al-Qur’an adalah mukjizat. Ketika bangsa Arab di masa Rasulullah dan sahabat meletakkan Al-Qur’an sebagai komandan, mereka menjadi bangsa yang terbaik. Mengalahkan negara adidaya saat itu, Romawi dan Persia. Ketika bangsa Arab meninggalkan Al-Qur’an, maka bangsa Arab menjadi terpuruk. Lihatlah wajah dunia Arab saat ini. Penuh peperangan dan tidak memberikan keteladanan (beradab/berakhlak mulia). Para pemimpin-pemimpin Arab telah meninggalkan Al-Qur’an. Mereka membebek pemimpin-pemimpin non Islam, seperti Amerika, Rusia dan lain-lain.
Pakar Sosiologi Islam, Ali Syariati, menyatakan bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa tertinggi manusia. Yaitu bahasa simbol. Al-Qur’an penuh dengan simbol-simbol. Misalnya tentang Firaun. Firaun yang disebut Al-Qur’an adalah fakta bahwa di masa dahulu ada Raja Firaun yang sadis membunuhi semua bayi laki-laki, karena takut suatu saat ada laki-laki dewasa tumbuh yang dapat menggoyang kekuasaannya. Tapi Firaun di sini juga bermakna simbol. Yaitu tiap penguasa mempunyai potensi dirinya menjadi Firaun. Firaun kecil atau Firaun besar. Ia tidak akan menjadi Firaun, bila penguasa itu bersikap adil.
Al-Qur’an menyatakan,”Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun telah hampir tenggelam, ia berkata: saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Allah menyambut ucapan Fir’aun ini dengan berfirman) Apakah kamu (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (Yunus 90-92).
Ya jasad Fir’aun -yang kini masih tersimpan di Mesir- dijadikan Allah sebagai tanda agar kaum Muslim atau umat manusia tidak menjadi Firaun ketika menjadi penguasa.
Kita bisa menilai apakah penguasa-penguasa yang kini memegang kekuasaan di negeri-negeri Islam mempunyai jiwa Firaun atau tidak
Begitu pula misalnya ketika Al-Qur’an berbicara tentang Qarun. Orang kaya raya yang pelit dan hidupnya untuk memuja harta benda. Al-Qur’an menyatakan, “Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.” Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. Dia (Karun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.” (Al Qashash 76-78).
Qarun adalah kaum Nabi Musa adalah sebuah fakta sejarah. Tapi Qarun juga sebuah simbol bagi siapapun yang bergelimang harta, pelit dan mendurhakai Allah dan RasulNya maka ia pantas disebut Qarun. Ada Qarun besar dan Qarun kecil. Hikmah tentang kisah Qarun yang ditenggelamkan Allah di muka bumi ini, agar dalam masalah kekayaan kita hati-hati. Jangan terjerumus dalam harta yang haram, jangan pelit, dan jangan merasa harta yang kita punyai adalah hasil usaha kita sendiri tanpa usaha anak buah.
Maka di hari-hari akhir Ramadhan ini, marilah kita renungkan benar-benar makna Al-Qur’an. Janganlah kita bangga sudah selesai atau khatam Al-Qur’an (meskipun mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan mulia ini adalah hal yang bagus). Tapi bergeraklah kini kepada makna Al-Qur’an.
Bacalah terjemah atau tafsir Al-Qur’an. Bergeraklah bagaimana agar Al-Qur’an ini bisa mewarnai individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia. Karena itulah sebenarnya misi Al-Qur’an diturunkan. Untuk menyejahterakan atau membahagiakan manusia dimana pun berada.
Allah SWT berfirman, “Dan Kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi obat (solusi) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82). Wallahu alimun hakim. Wallahu azizun hakim
Komentar Terbaru